Hai, ini cerita tentang hari Minggu lalu, 15 Maret 2015.
Pagi itu, saya bangun pukul 04.30 WIB,
mengingat pukul 05.00 harus sudah sampai bandara untuk check-in.
Hari itu saya ditugaskan terbang ke Jakarta untuk mengikuti pelatihan kilat.
Bangun sepagi itu, saya hanya sempat makan setangkep roti tawar dengan olesan selai cokelat.
Saya berangkat bersama seorang rekan kerja.
Ini kali kedua kami ditugaskan ke Jakarta bersama.
Pesawat yang kami tumpangi mendarat di Halim.
Kami pun mencari taksi untuk mengantarkan kami ke tempat tujuan.
Kami mampir ke rumah makan cepat saji untuk membeli sarapan.
Kami sebenarnya berharap dapat menyantap sup untuk sarapan.
Namun, ternyata rumah makan cepat saji yang kami singgahi tidak menyediakan sup. :(
Sesampainya di tempat tujuan, belum ada panitia yang datang.
Mungkin karena kami datang terlalu awal. Hehe.
O iya, sebelum memasuki ruangan saya sempat muntah setelah turun dari taksi.
Maklum sebelum berangkat badan sudah tidak keruan akibat dihajar tenggat waktu.
Pertama, saya kenal dengan banyak orang keren di bidang penerjemahan.
Kebanyakan mereka semua usianya di atas saya.
Jarang saya temui yang usianya hanya terpaut sedikit dengan saya.
Sebuah keberuntungan dan kebanggaan tersendiri bisa berada di tengah-tengah orang keren itu.
Kedua, saya tentu saja dapat ilmu sakti mandra guna. Hihi.
Seperti biasa, kami harus pulang awal untuk menghindari kemacetan.
Pesawat kami memang baru akan terbang pukul 19.00.
Meski begitu, sebagai orang Jogja yang tidak mengenal lalu lintas Jakarta,
kami tidak ingin ambil risiko.
Kami memilih cabut jam 16.00.
Dipastikan kami tidak bisa mengikuti sesi foto bersama di akhir acara,
kami mempunyai ide cemerlang untuk foto bersama panitia dan pembicara
pada jam istirahat makan siang,
demi laporan ke kantor yang telah memberikan suntikan dana bagi kami. :P
Akibat pulang awal juga, kami ketinggalan sesi diskusi terakhir,
untungnya ada rekan sesama penerjemah yang baik hati,
yang bersedia mengirimkan rekaman audio pembicara tentang sesi itu.
*alhamdulilah ya, sesuatu* :D
Tangan dan kakinya dingin, jalan pun mesti dituntun.
Maka, sebelum masuk untuk check-in,
saya berkelana mencari yang hangat-hangat untuk makan malam,
semacam sup atau makanan berkuah lainnya.
Perjalanan itu terasa sangat lama dan panjang *lebay*
karena saya butuh tempat makan yang menyediakan mangkok plastik/
wadah apa pun untuk makanan take away mereka.
Setelah akhirnya mendapatkan bakso malang untuk dimakan di ruang tunggu,
saya dan rekan pun check in.
Tahukah kalian apa yang terjadi?
Petugasnya di gerbang bilang kalau
TERMINAL PESAWAT KAMI PINDAH DARI 1A KE TERMINAL 3!
Petugasnya nanyanya juga agak aneh,
"Belum check in ya?"
"Nek wis check in berarti dewe wis ning njero nooo, Pak!!! Please, deh!!!" *mbatin*
Waktu itu sudah pukul 17.30,
mau panik percuma tidak menyelesaikan masalah.
Ya gitu deh,
negara tercinta ini rasanya masih main-main kalau urusan transportasi macam begini.
Bukankah lebih baik kalau di tiket dituliskan dari terminal mana kami akan naik?
Lanjut, si bapak gerbang tadi menganjurkan kami untuk naik shuttle bus.
Tahukah kalian apa lagi yang terjadi?
Ternyata oh ternyata, shuttle bus ki nganggo ngetem barang,
padahal lalu lintasnya agak macet, hujan deras pula.
*sakjane macet, tapi nggo menghibur diri aku munine muk agak*.
Rekan saya yang mukanya udah kayak orang "fly" itu sudah tidak berdaya untuk panik.
Di dalam bus, saya bertemu 2 orang dari Filipina.
Saya sempat salah sangka awalnya.
Saya ajak ngobrol pakai Bahasa Indonesia,
eh dia nyahutnya pakai Bahasa Inggris,
di situ kadang saya merasa sedih. *alay*
Mereka mau terbang ke Manila,
di sinilah lagi-lagi negara tercinta saya ini luar biasa kalau menangani transportasi.
Sebaiknya di bus ada tulisan berjalan yang mengatakan terminal berapa
untuk tujuan ke mana gitu kan ya, tapi kenyataannya enggak.
Jadilah, kalau berkelana di negara tercinta saya ini,
kalian harus sering-sering tanya.
Ya itu aja kalau pas beruntung yang ditanya tahu jawabannya. *mringis*
Untungnya lagi, di bus itu ada penumpang yang tahu
kalau penerbangan internasional naik dari Terminal 2D atau 2E.
Jadi, dua orang Filipina tadi tidak jadi terdampar di sini. :P
Satu terminal lagi menuju terminal 3.
Penumpang yang kasih tahu tentang terminal 2 tadi mengajak saya dan rekan saya mengobrol,
pertanyaan standar, dari mana mau ke mana.
Saya jawab, dari ikut pelatihan penerjemahan di TIM, mau pulang ke Jogja.
Percakapan berlanjut dengan si penumpang menanyakan info teperinci tentang kantor saya.
Dokumen apa saja yang diterjemahkan,
perusahaan mana saja yang pernah menerjemahkan,
pasangan bahasa apa saja yang tersedia, berapa tarifnya, dsb.
Percakapan berakhir dengan si ibu minta kartu nama saya,
saya bilang saya belum punya.
Sebagai gantinya,
saya menuliskan alamat kantor berikut nomor telepon dan email yang bisa dihubungi.
Luar biasa ya kemampuan marketing saya. *macak jumawa*
Agak menyesal sih, kenapa hari itu saya tidak bawa brosur.
Biasanya saya bawa brosur kantor ke mana-mana,
biar setiap ditanya orang saya tidak perlu menjelaskan apa pekerjaan saya. :P
Satu hal yang saya khawatirkan selama perjalanan dari Terminal 1 A ke Terminal 3,
baksone selak ra anget meneh! :(
Akhirnya, saya dan rekan pun tiba di Terminal 3.
Saat check in, saya sudah bilang untuk minta duduk dekat jendela.
Kesialan pun kembali terjadi,
si embak2 rumpi petugas check in malah sibuk ngomongin salon kecantikan.
Daaan, korbannya adalah saya dan rekan saya jadi duduk terpisah.
Beda baris, duduknya pun di B, bukan A. *huft*
Dengan badan tak bertulang *daging semua soalnya*,
kami berjalan gontai ke ruang tunggu.
Benar dugaan saya, baksone wis adem. :(
Daripada pulang dengan perut kosong, maka bakso tetap terlahap habis.
*alesan padahal emang laper*
Seperti biasa, pesawatnya delay.
Saat tiba waktunya kami diminta untuk naik pesawat,
*taraaa* sendal saya jebol sodara-sodara!
Alhasil, nyeker-lah dari ruang tunggu sampai tiba di rumah.
Tahukah kalian?
Ternyata dari Terminal 3, para penumpang diminta naik bus,
daaan busnya itu BALIK LAGI KE TERMINAL 1A!!!
Hanya kali ini busnya lewat dalam landasan.
Kalau gitu ceritanya,
kenapa ruang tunggunya harus dipindah ke Terminal 3??
Biar Terminal 3 ada yang pakai gitu kali ya.. *huft*
Sampai di dekat pesawat,
karena hujan deras dan bus tidak bisa mendekati pesawat,
penumpang dipinjami payung supaya satu per satu dapat berjalan menuju pesawat tanpa basah.
Sesampainya di pesawat, cerita saya belum berakhir,
embak-embak di sebelah saya itu lucunya luar biasa.
*ngguyu sek*
Si pramugari sudah berkali-kali minta agar
para penumpang menonaktifkan perangkat elektronik,
eh, si embak ini tetep aja kekeuh nguthek hp mahalnya itu,
begitu saya melirik ke arahnya si embak ini ngumpetin hpnya di tas,
kayak anak sekolahan yang diem-diem sms-an di kelas
terus hpnya ditaruh di tas tapi tangannya tetep ngetik
biar gak ketauan gurunya gitu.
*dyarrr*
Saya yang sudah hampir tak berdaya, tak mampu berbuat apa-apa,
saya cuma berani nyumpahin, kalau sampai pesawatnya jatuh,
saya bakal nuntut embaknya.
*amit-amit, untung enggak jatuh*
Demikian cerita luar biasa hari itu,
cerita berakhir dengan saya dan rekan tiba dengan selamat di Jogja.
Lalu kembali bekerja keesokan harinya.
*ZzZz*
Kantor, sambil nunggu kiriman file
Rabu, 18 Maret 2015
3:47 PM
I see, you got back to Jogja by L*on right? I experienced similar moment when I was back from Bogor via Soetta. L*on's passengers used to check-in at terminal 1, however, since January or February 2015, the terminal for L*on was changed into terminal 3, and we have to take shuttle bus to reach it since it is far far away from terminal 1 and 2 meanwhile there is almost zero information about it.
ReplyDeleteYuhuuu... Haha... What an experience!
Delete