Hai, jurnal dua ini berisi catatan perjalanan saya ke Paris van Java pada tanggal 1-3 Mei lalu.
Selamat membaca! :)
Setelah proses menabung, akhirnya impian saya untuk berkunjung ke ibu kota Jawa Barat itu pun terwujud.
Bisa dibilang ini merupakan perjalanan nekat. Hehe.
Bagaimana bisa?
Sebelumnya, saya berencana untuk mem-bolang.
Untuk menghemat biaya, saya memutuskan untuk menjadi parasit di kos teman.
Lumayan, biaya numpang menginap di kosnya hanya Rp 35.000,- per malam. Hehe.
Namun, ternyata salah satu sahabat saya berniat ikut.
Hanya saja dia berangkat dari Jakarta.
Segera kami pun mencari penginapan yang sesuai kocek kami dibantu mbah gugel.
Setelah ber-mumet-mumet ria, kami menemukan beberapa penginapan yang murah meriah dan layak huni.
Masalahnya penginapan tersebut tidak menerima pemesanan, jadi kami harus datang langsung ke sana pada hari H jika hendak menginap.
Bermodal keyakinan bahwa penginapan tersebut tidak akan penuh saat kami sampai ke sana, kami pun berangkat ke Bandung.
Saya berangkat dengan Kereta Malabar dari Stasiun Tugu Yogyakarta.
Kereta Malabar merupakan kereta jurusan Malang-Bandung.
Tidak ada yang spesial dalam perjalanan menuju Bandung karena selama perjalanan saya menghabiskan waktu untuk membaca buku dan tidur. Hehe.
Sesampainya di Stasiun Bandung saya bergegas mencari angkot jurusan Lembang berwarna putih tulang untuk transit ke kos teman.
Satu kalimat untuk kota Bandung, jalannya banyak yang rusak, susah sekali ditemukan jalan yang halus nan mulus di sana. :(
Sesampainya di kos teman, saya menunggu teman yang berangkat dari Jakarta.
Dia pergi dengan travel dan diperkirakan sampai siang hari.
Oh ya, saat turun dari angkot tadi saya sempat membeli mendoan, dan tahukah kamu?
Setelah jauh-jauh ke Bandung ternyata saya ketemu orang Jawa juga. Hehe.
Iya, penjual mendoannya orang Jawa, asli Kutoarjo.
Saat saya membeli dagangannya dia sedikit basa-basi, saya kerja atau kuliah, di mana, saya bilang saya bekerja di Jogja.
Seketika itu juga si mas-mas ini ngobrol pakai bahasa Jawa.
Jadi berasa sedang tidak berada di tanah Pasundan. Hihi.
Setelah lama menanti, akhirnya teman saya dari Jakarta sampai juga.
Kami memutuskan untuk menghabiskan hari itu untuk pergi ke daerah distro di Jalan Riau sebelum check-in ke penginapan.
Satu hal yang saya suka dari Bandung, angkotnya banyak bingits, 24 jam pula, semua tujuan dapat dijangkau oleh angkot!
Luar biasaaa...
Maaf katrok, di Jogja, angkot semakin sedikit, yang bisa menjangkau banyak tujuan hanya TransJogja itu pun hanya beroperasi dari jam 6 pagi-9 malam. :(
Meski di Bandung ada beberapa tujuan yang harus dijabani dengan 2-3 kali naik angkot, menurut saya itu bukan karena tujuannya jauh, tetapi banyak jalan di sana merupakan jalan searah.
Saat naik angkot untuk ke Jalan Riau, saya sudah bilang ke pak sopir untuk menurunkan kami di Jalan Riau.
Di perjalanan, kami sempat melihat rumah makan yang unik berbentuk bioskop.
Kami sudah bertekad untuk mampir ke sana saat pulang nanti.
Sepertinya Pak Sopir melamun dan kami baru tersadar ketika nama jalan yang berupa nama-nama pulau sudah terlewat, bahkan kami sudah melewati jalan layang Kiara Condong.
Yaaak... Kami tersesat... Haha...
Pak sopir lupa bilang saat Jalan Riau tadi sudah terlewat.
Kelewatannya pun lumayan jauh, hiks.
Satu jam terbuang sia-sia atas kejadian terdamparnya kami ini.
Sesampainya di Jalan Riau, hari sudah menjelang sore.
Kami pun memutuskan untuk window shopping ke beberapa outlet saja.
Dan hal yang paling membuat dongkol adalah...
Ternyata Jalan Riau itu adalah jalan tempat kami melihat rumah makan bioskop itu tadiii..
Kyaaa..
Rasanya ingin menubrukkan kepala ke Gedung Sate. -_-"
Menurut saya, barang-barang di deretan toko itu sebenarnya bisa didapat juga di Jogja.
Kalau hendak berkunjung ke sana, mungkin kamu bakal lebih tertarik untuk membeli pakaian anak-anak.
Mulai dari baju bayi, batita, balita, sampai anak-anak sebelum ABG bentuknya lucu-lucu. >.<
Beserta perlengkapannya semua lengkap dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Untung saya belum beranak, jadi gak khilaf belanja ini-itu. *eh*
Menjelang maghrib, kami bersantap malam di rumah makan bioskop.
Rasa masakannya sih biasa saja, cuma harganya agak luar binasa. Haha.
Suasana restonya lucu, di tengah-tengah resto ada layar tancep dan film-film yang diputar adalah film zaman jebot, film zaman Warkop gitu.
Dari sana kami melanjutkan perjalanan ke Jalan Asia Afrika.
Cuma luput, ternyata Museumnya tutup pada hari libur nasional dan hari Senin.
Yah, foto-foto di sekitarnya sudah cukup menghibur kok.
Banyak sisa pernak-pernik KAA 2015 di sepanjang jalan yang lumayan untuk jadi bahan jepretan.
Kami melanjutkan wisata malam ke Taman Jomblo dan Taman Film.
Kedua taman ini berada di bawah jembatan layang.
Kondisi Taman Film masih lebih terawat dibanding Taman Jomblo.
Meski begitu, Taman Jomblo masih layak dijadikan tempat nongkrong atau sekadar melepas penat kok.
Sayangnya, kami tidak sempat ke Taman Lansia dan Taman Pramuka karena malam mulai menggelayut.
Saya iri lho, di Jogja mencari ladang terbuka hijau yang bisa dipakai untuk nongkrong gitu susah sekali.
Coba sebut apa saja taman yang ada di Jogja? Hanya Taman Pintar, kan?
Setahu saya, ada taman di sebelah Terminal Giwangan tapi sudah tak terurus, bentuknya sudah seperti hutan belantara. :(
Pemerintah Jogja yang sekarang sibuk bangun hotel dan mall.
Setelah mengambil barang yang kami titipkan di kos teman, kami beranjak ke penginapan.
Daaan... Taraaa!!!
Penginapannya sudah penuh.
Dibantu pacar teman saya, kami mencoba mencari penginapan lain di sekitar situ, hasilnya nihil!
Salah kami tidak langsung check-in saat tiba di Bandung. Hehe.
Untungnya, teman saya yang baik hati dan rajin memasak bersedia menampung kami di kosnya.
Puji Tuhan! Haleluya! Merdeka!
Atas kebaikannya dan pacarnya, yang mengantar kami tengah malam itu, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. :)
Pada hari Sabtu, kami menghabiskan hari di Trans Studio.
Lanjut makan siang di dalam Trans Mall.
Lalu mampir di alun-alun untuk berfoto-ria saat pulang.
Santap malam kami lakukan di warung tenda di dekat Rumah Sakit Hasan Sadikin.
Kami pesan soto dan usus goreng.
Soto di sana lebih mirip gulai dan tidak pakai kol.
Makanya saat kami pesan soto tidak pakai kol si akang-akangnya bingung. Hihi.
Ususnya tidak dibacem dulu, jadi saat digoreng kemripik gitu.
Teman saya yang dari Jakarta itu pulang dengan kereta pagi-pagi sekali di hari Minggu.
Setelah dua hari jalan terus, ternyata kaki saya hampir toklek.
Maklum, saya jarang olahraga.
Ke mana-mana naik motor.
Jadi, jalan-jalan selama dua hari itu sudah cukup menguras sendi otot kempol saya.
Akhirnya, saya pun hanya tidur seharian di hari Minggu sebelum pulang dengan kereta di sore hari.
Sebenarnya, saya bercita-cita untuk menuliskan semua angkot yang saya naiki selama di sana, tapi akibat kebanyakan makan micin, kemampuan mengingat saya berkurang. *ngeles* :P
Saya sudah lupa naik angkot apa aja, hihi.
Kalau kalian mau pergi dengan angkot saat di Bandung, jangan sungkan untuk tanya.
Dan jangan lupa bilang sama sopirnya mau turun di mana.
Tarif angkotnya murah kok, sekitar Rp 2.000-Rp 5.000 saja tergantung jauh-dekat.
Sekian jurnal dua kali ini.
Sampai bertemu di jurnal selanjutnya.
Orang jawa ki menyebar di semua pelosok Indonesia kok mbak :)
ReplyDeleteTermasuk pacarmu yang nyasar sampai pulau seberang ya? :P
Delete