Seorang warga RT kami meninggal pagi ini karena minum obat.
Iya beritanya tidak jelas, cuma sepenggal kalimat itu, tidak lebih, tidak kurang.
Bisa jadi si ibu ini meninggal karena depresi lalu bunuh diri.
Membicarakan bunuh diri adalah hal yang menarik.
Sebagian orang yang tidak tahu dan tidak mau tahu seberapa sakitnya depresi itu, dengan enaknya melabeli orang tersebut sebagai tidak kuat iman, lemah mental, dan pendek akal.
Tak tahukah mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang sangat berperan dalam depresi yang dialami si korban?
Mereka seolah tidak merasa dan tidak peduli.
Depresi itu bukan penyakit yang dapat dideteksi dengan mudah dan disembuhkan hanya dengan minum obat yang beli dari warung.
Sebulan yang lalu, aku terjatuh dari motor saat hendak menuruni teras menuju jalan raya.
Jatuhnya bukan dengan kecepatan tinggi, hanya terpeleset kemudian kejatuhan motor.
Bahkan tidak ada memar sama sekali.
Tetapi memarnya?
Baru hilang setelah satu bulan.
Sementara luka akibat depresi, tidak terlihat, namun dalam dan menyakitkan.
Anda tak pernah tahu apakah seseorang memiliki trauma sampai orang tersebut menceritakan sendiri.
Anda tak pernah tahu seberapa dalam depresi yang dialami seseorang, sampai seseorang tersebut mulai kehilangan akal sehat.
Depresi hanya akan terlihat, setelah mencapai tahap kronis dan butuh perjuangan keras untuk menyembuhkan.
Pelajaran yang bisa dipetik dari tulisan ini?
Hati-hati dalam berucap.
Jangan asal njeplak!
Kita diberkahi dua telinga, dua mata, dan satu mulut dengan tujuan mulia, supaya kita lebih banyak mendengar, mempelajari dengan melihat, dan berbicara jika perlu.
Alangkah baiknya mulut satu-satunya yang kita punyai, kita gunakan untuk mengungkapkan hal-hal baik.
Amin? AMIN!
Kantor, 3 hari menjelang lebaran
@indahituaku
No comments:
Post a Comment