Anda pasti familiar dengan kata 'mudik'.
Betul!
Itu adalah istilah keren pulang kampung.
Kalo ngomongin mudik pasti gak jauh-jauh dari yang namanya Lebaran.
Mudik dan Lebaran itu ibarat Mimi lan Mitona, Sendok sama Garpu, ato Pantat sama Tepos.
Aha! Maaf, yang terakhir rada gak nyambung. :P
Pantat dan tepos itu c yang sebenarnya bakal saya bahas kali ini.
Kalo anda salah satu pemudik, pasti Anda gak pernah melewatkan berita tentang arus mudik.
Mulai dari berita tentang lalu lintasnya sampai transportasinya.
Nah, transportasi yang paling sering dibahas biasanya transportasi darat.
Bis, kereta api, dan kendaraan pribadi adalah kendaraan yang paling sering disorot media.
Kalo Anda bertanya lebih enak mana, naik bis, kreta, ato kendaraan pribadi, jawabanya relatif.
Untuk Anda yang berasal dari kota-kota kecil mungkin Anda akan memilih naik bisa tinimbang kreta,
karna stasiun tidak terdapat di setiap kota.
Berbeda dengan orang yang lebih memilih kreta, mereka beralasan mereka menghindari kemacetan.
Kalo dinalar, jalur kreta kan gak bakal dilewati alat transportasi lainnya, jadi gak mungkin kena macet.
Nah, ini juga yang menyebabkan kreta api jadi 'the most favourite vehicle' untuk mudik.
Mereka gak peduli meski harus duduk di kamar mandi yang pesingnya amit-amit, tidur di lorong, ato berdiri di pintu kluar yang jelas-jelas sangat berbahaya bagi keslamatan.
Mereka bermodal nyali iman dan tekad yang kuat untuk segera bertemu sanak saudara di kampuang nun jauh di mato dengan selamat dan hemat.
Hemat karna sensasi mudik hanya akan terasa bagi Anda yang naik kreta ekonomi.
Berikut saya ceritakan sedikit pengalaman saya melawan arus mudik. :)
Libur lebaran kali ini sudah direncanakan kalo saya dan kakak saya yang bakal pergi ke Jakarta untuk menumui ayah dan ibu kami.
Alih-alih mereka yang ke Jogja, kami yang melawan arus mudik.
Dengan sangat santai kami tiba di stasiun setengah jam sebelum keberangkatan.
Hampir smua tempat duduk sudah terisi, dan kami jadi heran.
Sudah melawan arus tapi kenapa tetep rame ya?
Hal yang belum terjawab sampai sekarang.
Kreta berangkat dari stasiun Lempuyangan menuju stasiun Pasar Senen.
Sesampainya di sana, terlihat berpuluhpuluh orang tidur di luar stasiun, mereka adalah pemudik yang belum terangkut.
Miris.
Beberapa hari kami di Jakarta, kami memutuskan untuk pulang pada hari Minggu, H+2 Lebaran.
Lagi-lagi dengan santai, kami datang pukul 8. 75 menit sebelum keberangkatan.
Tak dinyana, kreta sudah penuh sesak walau kreta masih brada di 'kandang' dan belum bergerak menuju jalur.
Akhirnya kami pasrah duduk di lorong restorasi.
Sedikit cerita dari mereka yang sudah di dalam kreta, mereka sudah duduk di situ sejak pukul 4 sore!
hm, tidak heran karna ayah dan ibu saya biasanya sudah ngetag tempat duduk dari pukul 1 siang.
Hanya saja, kami tidak menyangka kalo kreta bakal masih penuh pemudik.
Kreta baru berangkat pukul setengah sebelas malam karna lokomotif habis.
Banyaknya kreta tambahan menyebabkan smua lokomotif beroprasi.
Untuk Anda yang ingin bermudik dengan murah dan nyaman, Anda harus punya koneksi pegawai restorasi.
Restorasi adalah gerbong makan dan dapur, di situ juga ada kamar-kamar tempat seharusnya pegawai kreta api yang sedang bertugas beristirahat.
Karna tuntutan ekonomi yang semakin melilit,
para petugas itu merelakan tempat istirahat mereka diduduki para penumpang dengan bayaran uang tambahan.
Untuk duduk di tempat duduk gerbong makan anda cukup menambah kocek sekitar 15ribu rupiah,
ato setara dengan memesan satu piring nasi goreng dan teh anget.
Sedangkan untuk duduk di kamar istirahat, Anda sebaiknya menambah biaya sebesar 30ribu.
Dengan duit segitu, Anda bisa tidur slonjor dengan tenang, plus bonus 1 bantal pinjaman, 1 piring nasgor, dan 1 gelas teh anget.
Pelajaran macam ini tidak mungkin Anda dapatkan jika Anda tidak mengalaminya.
Karna badan trasa sangat pegal saya memberanikan diri untuk tidur di lorong restorasi tersebut, saya merebahkan badan saya.
Saya capek, jadi saya tak peduli orang yang lalu lalang melompati badan saya, ato bahkan tanpa sengaja sesekali ada yang menginjak kaki saya.
Saya tertidur sampai hari mulai terang dan kreta mulai berhenti di stasiun-stasiun kecil untuk menurunkan penumpang.
Sejauh mata memandang yang terlihat hanya lautan orang-orang yang menunggu di stasiun,
sepertinya mereka adalah pemudik yang bersiap kembali ke Jakarta.
Tugu, Lempuyangan, dan stasiun lainnya di daerah penuh sesak orang.
Satu hal yang saya suka, setelah ini Jogja akan jadi lengang lagi. :)
Smoga.
No comments:
Post a Comment